Besok adalah hari yang kunantikan selama beberapa bulan terakhir ini. Bukan hanya aku sih,tapi seantero jagat SMP delapan yang menantikan besok. Because you know what…??JOGJA TOUR….!!!
Yupz…besok itu adalah jadwal study tour SMPku tercinta ini. Tujuan kami adalah kota pendidikan sejuta pesona,…JOGJAKARTA.
Histeria STUDY Tour ini sangat luar biasa, ada semacam paradigma di sekolah ini bahwa tour ke Jogja wajib hukumnya, karena kita akan mendapatkan pengalaman tak terlupakan seumur hidup. Akh, sejujurnya aku sih biasa saja menghadapinya, karena teman-teman se-geng ikut semua, makanya aku pun ikut.
“Hai Ann, bengong aje….ga liat daftar duduk bis??”
Tiba-tiba Kenny menyikutku dari belakang, Aku yang sedang bersandar pada tiang hampir tersungkur dibuatnya.
“Ikh Ken-ken, ngagetin ajjahhh..”ujarku gemas,
”Emang daftar duduk bis udah dipasang?”tanyaku acuh tak acuh.
“Udah,,katanya sih kita sebis sama anak2 3C.”
“Whatt…..???3C?”Aku terbelalak. Tak percaya.
“Iyya…Ga pake kaget gittu kaleee..”
Aku salah tingkah,,
“Ehm…sory,,gw ga nyangka aja kalo kita sebis sama mereka.”
“Emang kenapa?Ada gebetan lo yaaa..???”
Aku menggeleng cepat-cepat.
“Tu kan mukanya merah, berarti bener Anne punya gebetan di 3C….”
“Ken-kennnn….!!!”
Aku mengejar Kenny dengan gemas karena Ia menggodaku terus.
***
BIS 3
Anne Radika Putry | 3E |
Kenny Agustin | 3E |
Rinrin Gunawan | 3E |
Puja Gitania | 3E |
Wiwin Nadina | 3E |
Titania Purnama | 3E |
“Horeee…!!!,,kita se-Bis….!”Aku dan teman-teman bersorak begitu mendapati nama kami berenam ada dalam satu Bis yang sama, Bis 3.
“Eh Emil, lo dapet di bis apa?”
“Bis 3.”
“Wah sebis sama anak2 3E dong??”
Tidak sengaja aku mendengar suara Emilio, cowok yang dulu pernah sekelas denganku di kelas dua A, tapi karena suatu salah paham, kami jadi saling tidak menyapa sekarang. Sudah hampir lebih dari satu semester kami saling tak bertegur sapa. Sepertinya Ia tidak melihatku, dari posisiku sekarang aku leluasa mendengarkan percakapannya dengan Edo, teman sekelasnya di tiga C.
“Ya Do, gw se-Bis sama anak-anak tiga E,tapi…kayanya gw mau minta pindah Bis deh.”
Deg.Pindah bis?Kenapa?Kenapa dia ga mau se-Bis sama aku??
“Lho kenapa?Emang anak tiga E kenapa?
Iya kenapa?Aku mengulang pertanyaan Edo dalam hati, dan memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan jawaban dari Emil.
“Gapapa sih, cuma gw takut aja ada yang merasa ga nyaman karena ada gw di situ…”
Aku. Pasti Aku yang Emil maksud.
Memang pantas Emil merasa seperti itu, karena belakangan ini, asal Emil bermaksud menyapa atau bicara padaku, Aku membalasnya dengan kata-kata kasar dan menyakitkan hati, mungkin karena itu Ia berpikir Aku tidak akan menyukai kehadirannya di bis 3.
Padahal kamu salah Emil, Aku malah senang sekali bisa satu bis sama kamu, karena itu artinya aku punya kesempatan untuk berbaikan sama kamu, dan memperbaiki hubungan persahabatan kita.
***
Jam di pergelangan tangan kiri tepat menunjukkan pukul sebelas malam saat Aku dan Papa sampai di halaman sekolah. Sejak di pintu gerbang hingga halaman sekolah sudah terlihat sangat ramai, hiruk pikuk disana sini seakan tidak ada yang menyadari bahwa sekarang hampir tengah malam. Keramaian itu karena anak-anak sekolah yang datang rata-rata diantar oleh orangtuanya masing-masing. Kemarin sebelum pulang kami memang diinstruksikan untuk tiba di sekolah pukul sebelas malam, karena rencananya, kami akan berangkat pukul duabelas malam tepat.
Aku langsung menuju kelas yang suasananya tidak kalah ramai, untuk menaruh ransel yang sejak tadi membebani pundak.
Aku melihat sekilas ke arah kelas lain, dan pandanganku terhenti sesaat pada sosok yang berdiri diam di depan kelas tiga C.
Emil. Sudah dapat kupastikan dari sosoknya yang berbadan tinggi besar.
Ia menatapku. Atau Aku hanya merasa Ia menatapku?
Entahlah, yang jelas pandangannya memang kearahku. Aku berusaha tak menghiraukannya dan bergegas menghampiri gengku yang sedang berkumpul di sudut kelas.
“Hoaaamm…”Sapaanku malah dijawab dengan Uapan lebar oleh Wiwin.
Aku meletakkan tas dan mengambil tempat di antara mereka, berusaha becanda dan menghibur teman-teman yang mengantuk, dan mencoba melupakan sosok Emil tadi.
Tapi gagal, justru bayangan Emil dan masalahku dengannya yang malah memenuhi kepala.
Kami semua hampir tertidur lelap saat terdengar suara dari megaphone yang mengumumkan bahwa kami harus segera berkumpul di lapangan, karena Bis sudah tiba, atau terlambat tiba tepatnya. Karena sekarang sudah pukul lima pagi.
Emil dan teman-temannya duduk di bangku paling belakang, sedangkan aku dan geng duduk di bangku belakang supir. Padahal tadinya aku ingin tidak begitu jauh darinya agar kami bisa mengobrol. Tapi kalau posisinya seperti ini, waduh bisa malu Aku kalau harus menghampiri dia kesana. Aku tahu pasti dia tidak akan mau menghampiri duluan, kuatir akan kena semprot seperti biasanya.
Kunjungan kami yang pertama adalah ke GOA JATIJAJAR, Aku kurang tahu pasti letak dan posisinya di daerah mana, yang jelas sudah masuk Jawa Tengah. Tapi sayang, kami tiba disana terlalu larut, sudah pukul sembilan malam. Itu dikarenakan bis kami sempat salah jalan dan kesasar tadi. Bis kami bersama Bis 1 masih beruntung bisa sampai kesini, keempat Bis lainnya katanya masih terjebak macet entah dimana.
Hari sudah gelap, dan hanya ada penerangan seadanya mulai dari pintu masuk Goa hingga kedalam. Geng ku yang ber-enam terpecah dua-dua. Jadi Aku hanya bersama Kenny sekarang. Kami berpegangan erat karena hawa mistis dan dingin di dalam Goa, apalagi dengan cahaya lampu yang temaram, sempurna sudah suasana mistisnya, tak ayal bulu kuduk kami pun jadi merinding dibuatnya. Makin kedalam lorong yang kami lewati semakin sempit dan hanya bisa dilalui oleh dua orang, alhasil kami membentuk barisan panjang yang merayap menyusuri lorong Goa.
Tiba-tiba…Blam…Lampu padam,,
Penerangan yang seadanya tadi benar-benar hilang.
Aku panic. Begitupun Kenny, Kami langsung berpelukan.
“Aduh Ken,,gimana nih???Gelap banget”
“Iya Ann, gw juga takut,,mana sempit banget,lo bawa senter ga?”
“Ga Ken,,tadi senternya gw tinggal di Bis”
Tak jauh dariku ada cahaya merah, seperti api rokok.
“Siapa nih?Tolong jauhin rokoknya donk”Aku semakin panic.
“Bukan rokok, tapi lampu kamera”Ada suara menyahut.
Aku memang merasa ada dua orang cowok di belakangku, tapi aku tak dapat menduga – duga siapa mereka.
“I..ini siapa?”
Aku terbata mencoba mengetahui siapa mereka, bisa saja mereka bukan dari rombongan kami dan ingin membahayakan Aku dan Kenny.
“Emil”Sahutnya singkat.
“Siapa?”Aku sudah mendengarnya, namun aku tak yakin.
“Emil, temen sekelas kamu dulu waktu kelas dua, masa ga inget?”Astaga, Dia bener Emil…..!
Sekarang gantian Aku yang terdiam.
Akupun sadar aroma yang sedari tadi kukenali adalah parfum Emil yang sangat kuhafal, karena Aku persis ada di depan dadanya.
Kesempatan emas. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bicara dan minta maaf pada Emil atas kelakuan bodohku yang kasar padanya.
Tapi baru aku mau buka mulut, lampu yang selama beberapa menit tadi padam, mendadak menyala kembali, dan lebih terang. Kami pun diinstruksikan untuk segera keluar dari lorong dan Goa ini karena kuatir akan terjadi sesuatu lagi.
Hilanglah kesempatanku bicara pada Emil, karena begitu keluar Goa, Ia langsung bergabung bersama teman-temannya.
Setelah dari Goa kami langsung menuju hotel untuk makan malam dan beristirahat. Sekolah kami menyewa sebuah hotel yang tak jauh dari alun-alun yang bernama “MUSSAFIRA”. Pelayanan di hotel ini sungguh luar biasa, makanannya banyak dan enak-enak, pelayannya juga ramah-ramah, kami benar –benar kerasan disini dan sekolahku tak salah memilih hotel ini.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali kami mengunjungi Keraton Jogja yang sangat terkenal itu. Tapi sayang kami tak dapat bertemu dengan Yang Mulia Sri Sultan Hamengkubuwono ke X, karena beliau sedang ada lawatan ke daerah lain. Setelah dari sana kami menempuh perjalanan yang lumayan panjang menuju Tawangmangu di kota Solo, guna menikmati pemandangan air terjun yang sangat popular karena untuk menuju ke arahnya kita harus melewati anak tangga yang jumlahnya ribuan, hingga air terjun inipun dinamakan air terjun Grojogan Sewu.
Sesampainya disana kami sudah tak sabar ingin cepat – cepat turun melihat air terjun, tapi sebelumnya kami diperingati untuk tidak memakai topi atau benda-benda lain yang mudah dijangkau oleh kera-kera yang banyak terdapat di sepanjang anak tangga menuju kesana.
Dengan semangat aku bersiap untuk menuju kesana, tapi kulihat Emil juga masih bersantai di dalam Bis. Entah apa yang ditunggunya. Kenny menarik – narik tanganku untuk segera turun ke air terjun.
Benar dugaanku, pemandangan air terjun Grojogan Sewu ini sungguh luar biasa. Di kanan kiri tangga menuju kesana masih banyak ditumbuhi aneka jenis tumbuhan mulai dari tumbuhan jenis lumut dan paku-pakuan hingga pohon – pohon besar yang mungkin sudah puluhan atau bahkan ratusan tahun umurnya. Aku dan Kenny menyusuri tangga setapak demi setapak, sambil mengagumi keindahan alam buatan Sang Pencipta.
“Awww…..”Tiba-tiba terdengar teriakan dari arah belakang kami, kami pun spontan menengok kearah datangnya suara.
Seorang cewek menunjuk – nunjuk seekor kera yang berada di atas ranting di atasnya, kera itu terlihat memegang sebuah topi. Sepertinya topi anak itu disambar kera usil yang memang banyak disini.
“Wah Ann, kera jaman sekarang pengen gaya juga ya??”Ucap Kenny yang membuatku tertawa geli mendengarnya.
“Ya ga kaya lo yang ga bisa gaya,,,hehehe.”Aku menimpali Kenny yang justru malah dicubitnya gemas.
Suara gemericik air yang semakin nyaring membuat kami mempercepat langkah, makin tak sabar rasanya menikmati kesegaran air yang tercurah dari ketinggian ratusan meter itu.
Kami sampai di jembatan, persis di hadapan air terjun.
Subhanallah…..Tinggi banget airnya,,
Dari jembatan ini saja yang jaraknya hampir duaratus meter ke air terjun, percikan airnya dapat membuat kami kuyup. Kami pun mengurungkan niat untuk menghampiri air terjun itu, dan memilih untuk menikmatinya dari sini saja. Aku dan Kenny mengambil beberapa gambar untuk kenang-kenangan dan dijadikan bukti bahwa kami pernah berkunjung ke tempat seindah ini.
Dikejauhan aku melihat sosok yang kukenal, sedang asyik bermain air di bawah curahan air terjun.
Emil. Tidak mungkin…
Aku tahu pasti Emil punya penyakit asthma, dan tidak memungkinkannya untuk berlama – lama di air. Emil kenapa sih?Dia sengaja mau cari perhatian?Atau mau mencelakakan dirinya sendiri?
Entah di sengaja atau tidak, tatapan kami bertemu. Emil menatapku, tatapannya seolah berkata,’aku bisa buktiin aku kuat Ann,,’
Tapi aku tidak suka pada arti tatapannya, aku balik menatapnya dengan marah dan hampir menangis, bagaimanapun Aku tak ingin Emil celaka, tapi mengapa Emil justru berpikir sebaliknya??
Tanpa berkata-kata aku menarik tangan Kenny untuk segera naik dan kembali ke Bis.
“Lho Ann,,kok udah mau balik??Anak-anak yang laen juga belum naek??”
Walau terlihat kebingungan Kenny tetap menurut saat kutarik
“Gw capek Ken,,”Aku menjawab singkat dan berjalan dengan tergesa.
Emosi yang menguasaiku berhasil membawaku dengan cepat tanpa lelah sampai ke atas, hingga Kenny hampir tertinggal.
“Woiii Ann,,lo cepet banget,,tungguin donk…hosh..hosh..hosh..,,”Kenny tersengal karena kelelahan mengikutiku yang kesetanan, berjalan cepat – cepat di depannya.
Aku segera masuk Bis, di Bis ku lihat Ada Thomas, ketua kelas yang memang sebis denganku.
Dan ternyata Emil mengikutiku…!Karena persis setelah aku masuk mobil, Ia pun masuk, kami masuk dari pintu belakang, aku membelakanginya.
“Wah Thom,,lo basah banget…Ganti aja bajunya, nanti lo masuk angin lagi…”Aku sengaja bersikap seolah- olah aku perhatian pada Thomas, untuk membuat Emil marah
“Sakit hati gua mah sakit hati,,…!!”Emil turun cepat-cepat.
Dan sepertinya aku berhasil, walau pada akhirnya kusesali caraku ini, karena membuatku semakin berjarak dengan Emil.
Kami tidak langsung pulang setelah berbasah-basah ria. Tapi kami mampir dan menikmati keindahan Malioboro, pasar malam terpopuler di Jogja, pokoknya katanya tidak afdol jika ke Jogja tapi belum mengunjungi Malioboro. Pasar malam ini dinamakan Malioboro karena terletak di sepanjang jalan Malioboro, pasarnya sendiri sebenarnya bernama Pasar Beringharjo. Barang-barang disini beragam, mulai dari makanan sampai aksesoris, Aku dan teman-teman sangat tergoda untuk melihat-lihat, tapi untuk membeli sepertinya kami harus berpikir ulang, karena uang saku kami pas-pasan.
Godaan barang-barang di Malioboro tidak terlalu menyita pikiranku, Justru yang kupikirkan, besok adalah hari terakhir perjalanan kami, dan aku masih belum menemukan cara untuk sekedar menyapa Emil, apalagi berbaikan dengannya.
***
Hari ketiga, di hari terakhir ini agenda kami adalah mengunjungi Candi Borobudur dan Prambanan lalu langsung arah pulang, artinya kami tidak kembali ke hotel ini lagi. Kami pun jadi sangat sibuk pagi ini, karena harus membereskan semua perlengkapan kami agar tak ada yang tertinggal di hotel. Aku yang lebih dulu selesai karena barang bawaanku tak begitu banyak, setelah membereskan beberapa oleh-oleh untuk orang rumah, akupun mendahului teman-teman menuju ke Bis, di koridor hotel aku berpapasan dengan Emil yang juga baru keluar dari kamarnya, Ia hanya menatapku, Aku hanya bisa menunduk dan berlalu meninggalkannya.
Candi Borobudur peninggalan sejarah yang selama ini hanya kulihat gambarnya di halaman Buku pelajaran Sejarah, kini membentang di hadapanku,,
Subhanallah…Luas Banget…
Entah butuh waktu berapa lama untuk mengelilinginya dan meresapi seluruh detail keindahannya, tadi saja untuk bisa naik ke halaman Candi ini Aku harus berjuang dulu menaiki anak tangga yang jumlahnya lumayan, walaupun tak sebanyak anak tangga di Grojogan Sewu kemarin.
Tapi melihat Keindahan yang Maha Luarbiasa ini, membuat semangatku dan teman-teman terpacu untuk segera naik ke atas dan memegang stupa terbesar. Aku juga punya satu misi khusus kali ini, Aku ingin membuktikan mitos yang katanya kalau kita berhasil menyentuh Kepala patung Budha yang berada di dalam stupa, maka permohonan atau keinginan kita akan terkabul. Aku ingin mengucapkan permohonan agar aku bisa berbaikan lagi dengan Emil seperti dulu.
Tapi sayang, kami tak punya banyak waktu untuk bermain-main disini, karena hari sudah siang dan kami harus segera menuju Candi Prambanan agar dapat segera pulang ke Tangerang lagi. Rencana pembuktian mitos ku pun gagal…
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, kami sampai ke Candi Prambanan, konon Candi ini terdiri dari hampir seribu Candi yang dibuat oleh Bandung Bondowoso, atas permintaan Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso melakukan itu demi pembuktian cintanya pada Roro Jonggrang, namun Roro Jonggrang malah menyakiti dan mengecewakannya, sehingga Bandung Bondowoso marah dan mengubah Roro Jonggrang menjadi patung untuk menggenapi jumlah Candi yang dibuatnya menjadi seribu buah, ah sungguh kisah cinta yang tragis, semoga saja Aku tak mengalami kisah cinta seperti itu.
Tak banyak yang dapat kami lakukan disini, namun seperti biasa, kalau di tempat –tempat bersejarah ini pastinya ada cerita mistis yang mewarnai, di Candi ini pun ada, katanya patung Roro Jonggrang tak mudah untuk di foto, jika dia sedang tidak mau, maka seribu kali pun kita memotretnya, tak satupun film yang akan mencetak gambarnya, namun jika Ia sedang mau, sekali saja kita mengambil gambar, maka sosok patungnya yang indah akan tercetak sempurna dalam film kita. Kami pun beramai – ramai mencoba memotretnya, dan tak sabar melihat hasilnya nanti setelah dicetak.
Hari ini selesai, waktu sudah larut, kami sudah dalam perjalanan pulang dengan membawa oleh-oleh dan sejuta kenangan di benak kami masing-masing. Khusus untukku, aku pulang dengan membawa kekecewaan karena belum berhasil juga meminta maaf dari Emil, bahkan mungkin Emil semakin membenciku.
Emil, aku hanya ingin minta maaf, kenapa Allah tidak memberikan jalan untuk kita baikan?Atau mungkin aku yang terlalu bodoh dan tidak dapat memanfaatkan dengan baik kesempatan yang telah Allah berikan padaku untuk meminta maaf padamu?Karena aku masih terlalu gengsi untuk menghampirimu lebih dulu, dan gengsiku telah membunuh kesempatan untuk berbaikan dengan mu, serta telah merebutmu dari sisiku.
Emil,,maafkan aku….
Temaram lampu jalan melelapkan ku dalam tidur, kota seindah Jogja menjadi saksi kebodohanku ,yang memilih gengsi daripada kamu Emil….
By fany:087808159488
By fany:087808159488